Di sore yang masih cerah ini, ka langit mengajak ku yang sudah diperbolehkan pulang oleh dokter ke sebuah restauran untuk makan dan untuk kali ini tidak ada protes lagi dari ku kecuali dari perut ku yang memang sudah meronta-ronta minta segera diisi.
“ayo pesan, kamu mau makan apa bintang? Makanan disini enak-enak semua ko” tanya ka langit yang sedang melihat buku menu.
“apa aja ka terserah kakak” jawab ku langsung.
“ko terserah aku? Kan kamu yang mau makan, dilihat buku menunya dan dipilih yang kamu suka bintang” ujar ka langit yang menolak jawaban terserah.
“hem…” aku terdiam, fokus pada buku menu “yaudah yang ini aja ka beef walington, nggak apa-apakan?” tanya ku sambil nyengir. Berharap pilihan ku tidak terlalu mahal atau lebih tepat dibilang nggak tau diri.
“nggak apa-apa aku juga paling suka menu yang itu selera kita sama bintang” ujar Ka langit sambil tersenyum, ia segera memanggil pelayan untuk memesan. Kami duduk di paling pojok dengan jendela besar di sisi kirinya sehingga bisa melihat pemandangan diluar yang ramai dengan hiruk pikuk kendaraan juga orang-orang yang berjalan kaki.
“ka, boleh aku tanya satu hal?” tanya ku setelah beberapa saat aku menatap jalanan dan mengingat kejadian tadi siang yang ku alami saat aku hampir pingsan lalu kemudian ditolong oleh kakak bernama langit ini. Ia hanya mengangguk mengiyakan “kenapa kakak mau peduli pada ku? Orang yang sama sekali tidak kakak kenal? aku rasa ada hal lain yang mendorong kakak menolong ku selain karena sumpah kakak sebagai dokter benar kan ka? Bisa beritahu aku ka?” tanya ku yang masih penasaran dengan kebaikan hati ka langit.
Menurut logika dan analisa ku pertolongan kakak pada ku ini tidak masuk akal, karena di zaman serba hedonis ini jarang sekali orang yang peduli dengan sesama, apalagi orang kaya bermobil yang mau sekadar berhenti membantu pejalan kaki, bahkan untuk sekadar melirik atau berhenti sebentar untuk orang yang menyebrang saja sungkan bagaimana mungkin akan mau menolong sekalipun ada seseorang yang tertabrak di depan matannya. Namun, baru kali ini kutemui ada seorang pemuda bernama langit yang tidak hanya tampan tapi juga berhati emas yang dengan tulusnya menolong ku, membuat ku kehabisan akal dan kata, menganalisa motif pertolongannya.
Ka langit masih terdiam, seperti sedang mengolah jawaban yang tepat untuk menjawab pertayaan penasaran dari gadis usia 20 tahun ini. Aku kembali bertanya “saat kakak menolong ku kakak tidak berfikir apapun? Misalnya disangka orang jahat? Sok ikut campur atau kakak nggak takut akan ditolak?”
“aku memikirkannya bahkan kalau kamu ingin tau aku sempat melihat mu hampir terjatuh meski akhirnya aku tetap melewati mu dan kemudian kembali berbalik arah yang saat itu kamu sudah terjatuh dan hampir pingsan”
“jadi kakak sempat ragu untuk menolong ku?”
“bisa dibilang begitu tapi teringat dengan sumpah dokter yang sudah ku ikrarkan membuat ku berubah pikiran dan semakin yakin untuk menolong mu” jawab ka langit berterus terang “oya, satu lagi yang perlu kamu ingat bintang, tak ada yang perlu kamu pikirkan untuk menolong seseorang, kalau kamu merasa kamu mampu untuk menolong meski tidak kenal sama sekali dengan orang itu yaa lakukan saja. Tolong menolong atau membantu seseorang itu tidak berdasarkan pada logika tapi dari hati tepatnya dari sini” jelas ka langit sembari menunjuk bagian tengah dadanya.
Mendengar penuturannya itu hati ku bergetar ingin menangis. Aku salah karena memaksakan logika ku untuk mencerna kebaikan ka langit yang tulus, padahal semua itu mudah dipahami jika semua dilakukan dengan hati “ucapan kakak membuat ku tersadar dan mengerti. Semoga kakak menjadi dokter penyelamat bagi semua orang khususnya bagi orang-orang yang tidak mampu” ucap ku sambil mengusap air mata yang hampir menetes.
“terimakasih. Udah jangan cengeng ayo kita makan dulu makanannya udah datang” ujar ka langit yang lagi-lagi mengusap rambut ku.
Langit sudah gelap ketika aku dan kakak keluar dari restauran itu. Aku memandang langit biru tua diatas sana mencari-cari cahaya kecil yang kini mulai jarang terlihat ditelan kabut polusi yang menutupi atmosfer bumi.
“bintang, kamu cari cahaya bintang ya? Di kota besar seperti ini memang akan sulit menemukan cahaya bintang karena sudah banyak lampu jalanan yang bersinar. Tapi kamu harus ingat, bintang nggak akan pernah hilang dari langit karena selama ada langit akan selalu ada bintang yang menghiasinya” ujar ka langit yang membuat ku tersenyum bahagia.
Selesai 😙